ads

Anteseden Kepercayaan Pelanggan pada Merek (Trust in Brand)

Dalam hubungan kepercayaan dan merek, entitas yang dipercaya adalah bukan orang, tapi sebuah simbol. Karena itu, loyalitas pada merek melibatkan kepercayaan pada merek. Untuk menciptakan loyalitas dalam pasar saat ini, pemasar harus memfokuskan pada pembentukan dan pemeliharaan kepercayaan dalam hubungannya antara konsumen dan merek (consumers-brand relationship)(Lau dan Lee, 1999). Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kepercayaan terhadap merek. Ketiga faktor ini berhubungan dengan tiga entitas yang tercakup dalam hubungan antara merek dan konsumen. Adapun ketiga faktor tersebut adalah Karakteristik merek (Brand Characteristics) itu sendiri, karakteristik perusahaan pembuat merek (Company Characteristic), karakteristik hubungan konsumen dan merk (Consumer-Brand Characteristics). Selanjutnya Lau dan Lee memproposisikan bahwa kepercayaan terhadap merek akan menimbulkan loyalitas merek.

1. Karakteristik Merek (Brand Characteristics)

Karakteristik merek memainkan peran yang vital dalam menentukan apakah pelanggan memutuskan untuk percaya pada suatu merek. Berdasarkan pada penelitian kepercayaan interpersonal, individu-individu yang dipercaya didasarkan pada reputation, predictability dan competence dari individu tersebut (Lau dan Lee, 1999). Dalam konteks hubungan pelanggan-merek, kepercayaan pelanggan dibangun berdasarkan pada reputasi merek, prediktabilitas merek, dan kompetensi merek. Penjelasan dari tiga karakteristik merek dapat ditunjukkan sebagai berikut:
a. Brand Reputation
Brand reputation berkenaan dengan opini dari orang lain bahwa merek itu baik dan dapat diandalkan (reliable). Reputasi merek dapat dikembangkan bukan saja melalui advertising dan public relation, tapi juga dipengaruhi oleh kualitas dan kinerja produk. Pelanggan akan mempersepsikan bahwa sebuah merek memiliki reputasi baik, jika sebuah merek dapat memenuhi harapan mereka, maka reputasi merek yang baik tersebut akan memperkuat kepercayaan pelanggan (Lau dan Lee, 1999).
b. Brand Predictability
Brand predictability berkenaan dengan kemampuan suatu kelompok untuk memprediksi perilaku dari kelompok lain. Predictable brand adalah merek yang memungkinkan pelanggan untuk mengharapkan bagaimana sebuah merek akan memiliki performance pada setiap pemakaian. Predictability mungkin karena tingkat konsistensi dari kualitas produk. Brand predictability dapat meningkatkan keyakinan konsumen karena konsumen mengetahui bahwa tidak ada sesuatu yang tidak diharapkan akan terjadi ketika menggunakan merek tersebut. Karena itu, brand predictability akan meningkatkan kepercayaan terhadap merek karena predictability menciptakan ekspektasi positif (Kasperson et al., 1992, dalam Lau dan Lee, 1999).
c. Brand Competence
Brand competence adalah merek yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh pelanggan, dan dapat memenuhi kebutuhannya. Kemampuan berkaitan dengan keahlian dan karakteristik yang memungkinkan suatu kelompok memiliki pengaruh dalam suatu wilayah tertentu (Butler dan Cantrell, 1984, dalam Lau dan Lee, 1999). Ketika diyakini bahwa sebuah merek itu mampu untuk menyelesaikan permasalahan dalam diri pelanggan, maka pelanggan tersebut mungkin berkeinginan untuk meyakini merek tersebut.
Berkaitan dengan produk online, Christine Tam Tsui Wa (2003) menyebutkan bahwa ada 3 (tiga) e-service quality yang menjadi penilaian oleh konsumen antara lain:
a. ease of use (kemudahan penggunaan)
'Mudah digunakan' mengacu pada proses menuju hasil akhir. Hal ini didefinisikan sebagai Sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan sistem tertentu akan bebas dari sebuah usaha (Davies, 1989, dlm Christine Tam:2003). Ketika melakukan kegiatan di sebuah portal, kemudahan penggunaan dapat dianggap sebagai dari proces menggunakan media baru saat terlibat dalam perilaku online. Kemudahan Penggunaan adalah sejauh mana interaksi seseorang dengan sebuah website akan bebas dari usaha (Bulan dan Kim, dalam Cristine Tam: 2003). Kemudahan pemahaman, kemudahan mendapatkan, dan fokus informasi ciri Kemudahan Penggunaan. Ini adalah membangun fundamental yang telah ditemukan untuk mempengaruhi keputusan serta memanfaatkan teknologi informasi (Davis et al, 1989: Bukit et al, 1987; Swanson, 1982, 1987 dalam Christine Tam : 2003). Persepsi kemudahan penggunaan di definisikan sebagai persepsi tentang bagaimana mudah dan bebas dari kesulitan melakukankegiatan dari sebuah portal (website) bagi konsumen.
b. Usefulness (Kegunaan)
'Kegunaan' dari teknologi mengacu pada sejauh mana menggunakan sistim tehnologi yang akan meningkatkan kinerja pengguna di tempat kerja. Davies 1989 dalam Christine Tam: 2003) mendefinisikan manfaat yang dirasakan sebagai "gelar untuk orang yang percaya bahwa menggunakan sistem tertentu akan meningkatkan kinerja pekerjaannya’’ sebagai persepsi subjektif pengguna yang menggunakan aplikasi komputer tertentu akan meningkatkan pekerjaannya kinerja dalam konteks organisasi. Sebuah website ini berguna jika dapat memberikan layanan kepada konsumen. Persepsi Seorang pelanggan tentang bagaimana berguna dan akuratnya konten, informasi dan hubungan (kegunaan) dari sebuah situs web, akan berdampak pada sikapnya terhadap situs. Konsumen seperti sebuah situs web di mana mereka dapat dengan mudah menavigasi untuk menyelesaikan pencarian mereka menggunakan mesin pencarian web, yang memungkinkan mereka untuk memperoleh informasi yang berguna dan akurat untuk meningkatkan proses pengambilan keputusan mereka. Kemampuan konsumen untuk memiliki akses yang mudah dan luas ke informasi yang berguna dan untuk berinteraksi dengan tiga dimensi produk akan lebih meningkatkan penggunaan dan kepuasan. Peterson 1997 (Cristine Tam: 2003) juga menekankan pentingnya penerimaan konsumen untuk keberhasilan layanan internet dan menyatakan bahwa penerimaan ini tergantung pada ekspektasi konsumen bagaimana teknologi ini akan meningkatkan dan menyederhanakan gaya hidup mereka.
c. Enjoyment (Kenyamanan)
Kenyamanan atau kenikmatan dapat didefinisikan sebagai sejauh mana aktivitas menggunakan computer (internet) yang dianggap menyenangkan dalam dirinya sendiri, terlepas dari konsekuensi kinerja yang dapat diantisipasi (Carroll dan Thomas, 1988; deci, 1971; Malone, 1981: Cristine Tam: 2003). Oleh karena itu, individu yang mengalami kesenangan dari menggunakan computer (internet) akan lebih mungkin untuk menggunakannya lebih lama dan sering daripada yang lain. Kenikmatan yang dirasakan dan menyenangkan merupakan suatu motivasi intrinsik untuk menggunakannya. Davis, 1992; Malone, 1981; Webster, 1989: Cristine Tam:2003) menemukan bahwa sementara manfaat yang dirasakan muncul sebagai penentu utama menggunakan portal di Internet, kenikmatan dan kesenangan memiliki dampak yang signifikan di luar yang dirasakan dari manfaat kegunaan.
Menurut Smith ( 2000) dalam Marcel Gommans, Krish S. Krishnan,& Katrin B. Scheffold : 2001, dalam dunia online peran penting dari kesan pertama dibuat oleh suatu website serta kemudahan penggunaannya, kemudahan navigasi, kecepatan loading halaman , keandalan server, dan antar muka pribadi. Szymanski dan Hise (2000) menemukan bahwa kenyamanan dan desain situs adalah salah satu faktor utama yang menentukan kepuasan pelanggan, yang pada gilirannya mempengaruhi keputusan untuk terus mengunjungi situs. Menurut Forsythe, Ring, Grose, Bederson, Hollan, Perlin, dan Meyer (1996) dalam Marcel Gommans, Krish S. Krishnan,& Katrin B. Scheffold : 2001, 58% dari pengguna membuat dua atau lebih kesalahan navigasi ketika mencari informasi. Pengguna web membuat kesalahan lebih sedikit jika struktur hirarkis dari situs lebih luas daripada yang ada di dalamnya/isi (Bernard, 2001)

2) Karakteristik Perusahaan (Company Characteristics)

Karakteristik perusahaan juga dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan pelanggan pada sebuah merek. Pengetahuan konsumen terhadap perusahaan kemungkinan akan mempengaruhi penilaiannya terhadap merek perusahaan. Karakteristik perusahaan yang berpengaruh terhadap kepercayaan pelanggan pada sebuah merek adalah kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan, reputasi perusahaan, motif-motif dari perusahaan yang dipersepsikan, dan integritas perusahaan yang dipersepsikan (Lau dan Lee, 1999).
a. Trust in the Company
Dalam kasus perusahaan dan mereknya, perusahaan merupakan entitas terbesar dan merek merupakan entitas terkecil dari entitas terbesar tersebut. Sehingga, pelanggan yang percaya terhadap perusahaan kemungkinan percaya terhadap mereknya.
b. Company Reputation
Ketika pelanggan mempersepsikan opini orang lain bahwa perusahaan dikenal adil dan jujur, maka pelanggan akan merasa lebih aman dalam memperoleh dan menggunakan merek perusahaan. Dalam konteks saluran pemasaran, ketika perusahaan dinilai memiliki reputasi yang baik, maka pelanggan kemungkinan besar akan percaya pada pengecer dan vendor (Anderson dan Weitz, 1992 dalam Lau dan Lee, 1999).
c. Company Perceived Motives
Remple, Holmer, dan Zanna (1985) menemukan bahwa motif-motif dari partner pertukaran yang dipersepsikan akan mempengaruhi kepercayaan terhadap partner tersebut. Menurut Doney dan Cannon (1997), intentionality merupakan cara yang mana kepercayaan dibangun dalam hubungan antara penjual dan pembeli. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Jones et al., (1975), dalam Lau dan Lee (1999), benevolence of motives merupakan faktor penting dalam suatu hubungan. Dalam konteks merek, ketika pelanggan mempersepsikan suatu perusahaan layak dipercaya dan bertindak sesuai dengan kepentingan mereka, maka pelanggan akan mempercayai merek perusahaan.
d. Company Integrity
Integritas perusahaan merupakan persepsi pelanggan yang melekat pada sekumpulan dari prinsip-prinsip yang dapat diterima. Perusahaan yang memiliki integritas tinggi tergantung pada konsistensi dari tindakannya di masa lalu, komunikasi yang akurat tentang perusahaan dari kelompok lain, keyakinan bahwa perusahaan memiliki sense of justice yang kuat, serta tindakannya sesuai dengan janji-janjinya. Jika perusahaan dipersepsikan memiliki integritas tersebut, maka kemungkinan merek perusahaan akan dipercaya oleh pelanggan (Lau dan Lee, 1999).

3) kesesuaian merek dengan karakteristik pelanggan (Consumer-Brand Characteristics)

Suatu hubungan tidak satu arah, setiap kelompok saling mempengaruhi dalam hubungannya dengan kelompok lain. Sehingga, karakteristik pelanggan-merek dapat mempengaruhi kepercayaan pelanggan terhadap merek. Karakteristik dalam hubungan pelanggan dengan merek mencakup kesamaan (similarity) antara self-concept pelanggan dengan citra merek, kesukaan pelanggan terhadap merek, pengalaman pelanggan, kepuasaan pelanggan, serta dukungan dari rekan (peer support).
a. Similarity between Consumer Self-Concept dan Brand Personality
Penelitian dalam hubungan interpersonal menunjukkan bahwa similaritas dari karakteristik dua kelompok dapat memberikan kecenderungan tumbuhnya kepercayaan. Seorang pelanggan akan mengevaluasi dan menilai sebuah merek jika sebuah merek memiliki kesamaan dengan dirinya sendiri. Jika atribut atau personality fisik merek dinilai sama dengan self-image pelanggan, maka pelanggan kemungkinan untuk mempercayai merek tersebut (Lau dan Lee, 1999).
b. Liking the Brand
Bernet (1996), dalam Lau dan Lee (1999) mengusulkan bahwa untuk mengawali suatu hubungan, suatu kelompok harus disenangi oleh kelompok lain. Dalam pemasaran konsumen, jika seorang pelanggan suka terhadap suatu merek, maka pelanggan tersebut kemungkinan besar akan mempercayai merek itu.
c. Experience with the Brand
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, konsumen belajar dari pengalaman masa lalunya, dan perilaku di masa akan datang dapat diprediksi berdasarkan pada perilaku masa lalunya. Ketika konsumen memperoleh pengalaman lebih dengan sebuah merek, maka mereka akan memahami merek dengan lebih baik dan menumbuhkan kepercayaan lebih terhadap merek tersebut.
d. Satisfaction with the Brand
Kepuasan terhadap sebuah merek dapat didefinisikan sebagai hasil dari evaluasi subjektif bahwa merek alternatif yang dipilih memenuhi atau melampaui ekspektasi konsumen (Bloemer dan Kasper, 1995, dalam Lau dan Lee, 1999). Butler (1991), dalam Lau dan Lee (1999) mengidentifikasi bahwa pemenuhan janji (promise) merupakan antecedent bagi kepercayaan dalam hubungan pemasaran industri. Ketika pelanggan puas dengan suatu merek setelah menggunakan merek tersebut, maka pada situasi yang sama kepuasaan pada suatu merek juga akan terpenuhi. Ketika suatu merek telah mempertahankan janjinya, maka pelanggan kemungkinan besar akan mempercayai merek tersebut.
e. Peer Support
Braden et al. (1989), dalam Lau dan Lee (1999) mengusulkan bahwa faktor yang penting dalam menentukan perilaku individu adalah pengaruh individu lainnya, dan menyatakan bahwa pengaruh sosial merupakan faktor yang penting dalam menentukan perilaku konsumen. Karena itu, pelanggan kemungkinan akan percaya terhadap merek yang mana orang/pihak lain yang berarti bagi mereka memperlihatkan kepercayaannya pada suatu merek.

Sumber : Pengaruh Anteseden Trust In Brand Terhadap Brand Loyalty (Joni Haryanto 2012)

SHARE THIS ARTICLE :

0 Response to "Anteseden Kepercayaan Pelanggan pada Merek (Trust in Brand)"